http://www.bintangazharn.co.vu

Minggu, 02 Maret 2014

Cerpen Part 1

Surat misterius
Enak ya cokelatnya? Tapi lebih enak lagi kalau kamu membelinya. Bukan mengambilnya dari Toko Tujuh milik Pak Rahman.

Dodi semakin terkejut. Ini adalah surat kelima yang ditemuinya di dalam tas sekolahnya. Seperti keempat surat sebelumnya, surat ini berisi perbuatan nakal yang dilakukannya. Tadi siang, dia mengendap-endap masuk toko Pak Rahman dan mencuri sebatang cokelat kesukaannya. Iseng betul sih si penulis surat misterius ini. Misterius? Ya, karena tidak ada nama si penulis di surat tersebut. “Tapi kok dia bisa tahu apa yang kulakukan ya?”, pikir Dodi.

Dibacanya lagi kelanjutan surat itu, “Ingat. Ini peringatan terakhir. Aku tahu setelah ini kamu mau mencuri mangga Pak Ikhsan kan. Tapi kali ini, kamu akan merasakan akibatnya”. Dia teringat isi surat keempat yang berisi ancaman juga: “Kalau naik buskota bayar dong, jangan maunya gratisan terus. Awas kalau kamu berbuat tidak jujur sekali lagi.” Dodi mengerutkan dahi. Meskipun dia heran karena si penulis surat mengetahui akal bulusnya mengelabui kondektur buskota, dia tidak takut dengan ancaman itu. Toh tidak ada apapun yang terjadi setelah dia mencuri cokelat tadi siang. “Apanya yang awas”, pikir Dodi.



Pertama kali dia memperoleh surat misterius adalah ketika dia mengambil sepeda Anto tanpa memberitahu teman sekelasnya itu, kemudian meninggalkannya di lapangan dalam keadaan rusak karena menabrak pagar. Kemudian menyusul surat kedua yang ditemukannya di dalam tas sekolahnya sehari setelah dia mengambil dompet Ayu di kelas saat istirahat. Semua surat tersebut menunjukkan bahwa si penulis mengetahui segala gerak-geriknya, termasuk surat ketiga yang diperolehnya setelah dia memecahkan lampu lalu lintas di perempatan dekat rumahnya dengan katapel.

“Kalau begitu, si penulis surat itu pastilah orang yang aku kenal”, pikir Dodi. Dia mencoba mengingat-ingat kepada siapa dia menceritakan semua kenakalannya selama ini. Tidak mungkin si Iwan atau si Roni. Mereka bertiga adalah kawan akrab sejak kecil, dan sama-sama suka menjahili orang lain. Kalau mereka yang menulis surat itu, mereka sendiri juga akan ketakutan kalau ketahuan semua perbuatan mereka dan menerima surat yang sama. Kemarin dia menyelidiki semua orang yang menurutnya tahu perbuatannya, dan sepertinya tidak ada yang patut dicurigainya menulis surat-surat tersebut. Surat tersebut ditulis menggunakan mesin ketik, sehingga dia tidak dapat mengenali siapa penulisnya. “Jangan-jangan Ibu yang membuat surat itu?”, pikir Dodi. Tapi ibunya yang sangat sabar itu pasti akan menasehatinya dengan halus, bukan dengan cara seperti ini. Atau Budi, kakaknya? Ah, dia kan sibuk dengan kelompok ilmiahnya di sekolah.

Dibacanya lagi surat tersebut. Dia tidak takut dengan ancaman yang tertulis di dalam surat itu. “Jadi, malam ini akan kubuktikan bahwa surat ini tidak ada artinya bagiku”, kata Dodi pada dirinya sendiri. Malam ini dia berniat untuk mencuri mangga di rumah Pak Ikhsan. Dia merasa tertantang.

Malamnya, dengan mengendap-endap, Dodi memanjat pohon mangga setelah Pak Ikhsan menutup jendela rumahnya. Dilihatnya banyak mangga yang matang tergantung di dahan bagian atas. Dengan sigap dia memanjat pohon itu hingga mencapai dahan paling atas. Ditariknya buah mangga ranum yang tergantung di ranting dekat tangannya. “Hmmmm, harum”, bisiknya puas sambil membaui mangga tersebut dan memasukkannya ke sebalik kaosnya. Beberapa mangga berhasil diambilnya dan baju kaosnya semakin mengelembung.

Tiba-tiba terdengar dengus dari bawah. Dilihatnya seekor anjing hitam menengok ke atas sambil menggeram. Ke arahnya!! Dodi panik, tetapi dia tidak berani turun karena takut dikejar oleh anjing itu. Anjing itu terus menatapnya, tetapi tidak menyalak sama sekali, hanya menyeringai menunjukkan gigi-giginya yang tajam. Dodi berusaha untuk diam agar anjing tersebut tidak melihatnya dan segera pergi. Tetapi anjing itu malah merunduk kemudian berbaring tepat di bawah pohon mangga yang dipanjatnya. Pelan-pelan Dodi berusaha berpindah dari satu dahan ke dahan lain tetapi tidak ada jalan untuk turun tanpa melewati anjing itu. Dilemparnya anjing itu dengan mangga yang dipetiknya, tetapi anjing itu hanya mendengus pelan, tidak beranjak sama sekali. Dodi kemudian hanya bisa duduk di atas dahan menunggu anjing itu pergi.

Menit berganti menit, beberapa jam telah berlalu, tetapi anjing itu masih duduk terjaga. Hawa dingin menusuk kulitnya membuatnya menggigil. Tangannya mulai lelah berpegangan pada batang pohon yang besar. Dodi mulai terisak menangis, dia takut ayahnya akan memarahinya jika dia tidak segera pulang. Tetapi dia terlalu takut untuk turun melewati anjing bergigi tajam itu. Dia menyesal mengapa masih berani mencuri mangga Pak Ikhsan meskipun sudah diperingatkan oleh surat itu. Dia juga menyesali kenakalan yang diperbuatnya selama ini. “Andai saja aku tidak suka berbuat nakal”, pikirnya.

Tangisannya makin lama makin keras. Tiba-tiba pintu rumah Pak Ikhsan terbuka, dan terdengar siulan ringan. Anjing itu berdiri lalu pergi. Dodi turun dengan pelan, tetapi kakinya terlalu lemah untuk berdiri ketika sampai ke tanah. Dia terduduk ketika dilihatnya tiga orang mendekat: Pak Ikhsan, Kak Budi, dan ayahnya! Dodi merasa lemas melihatnya. Dia hanya bisa menebak-nebak siapakah si penulis surat itu dan menebak-nebak pula hukuman apa yang bakal diterimanya dari ayahnya.

Sajadah terbang
“Anisa bangun” ibu membangunkan Anisa yang sedang tidur.
“shalat subuh dulu nak,” kata ibu.
“Iya bu,” Anisa bangun dan langsung beranjak ke kamar mandi untuk wudhu dan segera shalat subuh.
“hooaamm” Anisa menguap selesai shalat.
“aku ngantuk banget, aku tiduran sebentar ah” gumam Anisa yang masih lengkap memakai mukena mulai berbaring di atas sajadah. Dan beberapa saat kemudian dia tertidur.
Matanya terbuka. Terasa angin yang begitu kencang.
Matanya melihat ke bawah dan menemukan selembar sajadah didudukinya terbang di udara.
“ini kan sajadahku. Apa sajadahku ini ajaib. Woww..” gumamnya polos.
“aku mau jalan-jalan ahh” katanya dalam hati sambil senyum bahagia.
“sajadah ayo kita jalan-jalan” Anisa teriak bahagia.
Anisa dan sajadahnya pun terbang dengan penuh semangat.
“wow.. indahnya…” gumam Anisa.
“Anisa.. Anisa..” seseorang memanggilnya dari bawah.
“wah.. itu ibu. ibu.. ibu.. Anisa terbang” Anisa memanggil ibunya sambil melambaikan tangan penuh kebahagiaan.
“Anisa.. Anisa.. bangun sudah siang, kok tidur di sajadah sih” ibu membanggunkan.
Mata Anisa pun terbuka dan ternyata Anisa hanya bermimpi.
THE END

Malam minggu di suguhi kentut

Suatu hari ada dua sejoli yang lagi bermalam mingguan diterlas rumah sebut saja namanya udin dan icih.

Udin : Cinta, kamu kentut ya?

Icih :  upss...iya sayang, soalnya udah gak bisa di tahan lagi, kenapa gitu?

Udin : baunya kaya parfum import cinta

Icih : wangi banget  ya? :)

Udin : bukan wangi cinta tapi tahan lama

Icih : ^_^
Jumlah Kaki Sapi
Suatu hari ada pelajaran matematika di kelas udin dan Juhro, Ibu guru bertanya kepada murid.
Ibu Guru : Kaki bebek ada berapa, Udin ?
Udin : Dua bu
Ibu Guru : Bagus, sekarang jojon, kaki sapi ada berapa ?
Juhro : Delapan Ibu Guru
Ibu Guru : Bagaimana bisa begitu ?
Juhro : Coba hitung, 2 kaki depan, 2 kaki belakang, 2
kaki kiri dan 2 kaki kanan. Kan 2+2+2+2=8
Ibu Guru : Juhro, sungguh pintar kau seperti pejabat saja
Guru dan Juhro
Pada suatu hari ada seorang guru bertanya pada seorang murid yang bernama juhro yang terkenal cukup bandel di kelasnya.
Guru : ro coba kamu hitung murid di kelas ini ada berapa??
Juhro : ada 10
Guru : kok sepuluh??
Juhro : saya tidak tahu angka habis 10 apaan pak
Guru : Juhro..Juhro..Mau jadi apa kamu jika besar nanti, hanya mampu berhitung 1 sampai 10 saja.
Juhro : Jadi wasit tinju aja pak
Nama Panggilan Sayang
Suatu hari ada 2 orang pasangan yang baru saja menjalin cinta yaitu juhro dan markonah

markonal: Bang, kita pake panggilan2 sayang baru yuk..
juhro: Boleh. Misalnya?
markonah: Kalo aku panggil kamu Rama..
juhro: Ku panggil kamu Shinta..
markonah: Ku panggil kamu Pipi..
juhro: Ku panggil engkau Mimi, ahai lebay!
markonah: Kalo ku panggil kamu Aa'..
juhro: Ku panggil kamu Ee'... Upss..!
markonah: ##$$%%^^&&**((@@!!##$$
#markonal nelen juhro
Percakapan dua sejoli
Pada suatu hari ada dua pasangan kekasih sedang melakukan percakapan di taman kota, percakapanpun berlangsung begini.
Icih : aa sayang ga ama nenk?
Juhro : iya dong aa sayang sama neng.
Icih : ah yang bener a, aa ga bohong kan?
Juhro : bener deh nenk, aa ga bohong.
Icih : aa cinta ma nenk?
Juhro : iya aa juga cinta ma nenk.
Icih : beneran nih a?
Juhro : bener nenk, ga bohong.
Icih : koq bisa a? Nenk kan jelek?
Juhro : iya bisa dong nenk, soalnya nenk nanya nya sambil bawa pistol dan nginjek kaki aa nih..:D
TUKANG BOHONG KELAS KAKAP
Pada suatu hari ada dua orang sahabat yang bernama udin dan juhro bertemu setelah mereka terpisah selama bertahun tahun, mereka pun langsung bercakap-cakap kesena kemari ngomongin nasib mereka selama tidak ketemu.
Udin : Lama sekali kita tidak jumpa dengan kau sobat, aku kangen kali sama kau
Juhro : Iya Kawan saya juga kangen sekali sama kamu kawan, Eh ngomong ngomong Dah lama kita tidak bertemu apakah ada perubahan sama kau, sama hoby kau, sekarang hoby kamu apa kawan? Apa Hoby Kau merokok ?
Udin : Kagak Bro ngrokok ga bagus buat kesehatan
Juhro : Minum minum apa kau sudah insyaf masih mabuk mabukan?
Udin : kagak ah Ngapain Abis abisin duit aja
Juhro: Apa kau masih suka selingkuh kawan dulu kau hoby sekali selingkuh dulu
Udin: Kagak Juga Kita meski setia kawan
Juhro: Kalo Judi masih kau , parah banget lah kau dulu
Udin : Kagak males banget bisa bisa saya bangkrut gara gara judi
Juhro: terus sekarang Hoby Kau apa hebat kali kau sekarang munkin kau jadi Alim Begini salut Sama kau , terus hoby yang masih kau jalani apa?
Udin: Bohong sobat, saya suka banget bohong apalagi kalo ditanya saya bohong teruussss
Juhro: ##$$$%%%^^^&&&%%$$### buset dah saya dikibulin, benar-bener kau ini, sahabat sendiri Kau kibulin!!!
 Saudagar jerami
Dahulu kala, ada seorang pemuda miskin yang bernama Taro. Ia bekerja untuk ladang orang lain dan tinggal dilumbung rumah majikannya. Suatu hari, Taro pergi ke kuil untuk berdoa. "Wahai, Dewa Rahmat! Aku telah bekerja dengan sungguh-sungguh, tapi kehidupanku tidak berkercukupan". "Tolonglah aku agar hidup senang". Sejak saat itu setiap selesai bekerja, Taro pergi ke kuil. Suatu malam, sesuatu yang aneh membangunkan Taro. Di sekitarnya menjadi bercahaya, lalu muncul suara. "Taro, dengar baik-baik. Peliharalah baik-baik benda yang pertama kali kau dapatkan esok hari. Itu akan membuatmu bahagia."

Keesokan harinya ketika keluar dari pintu gerbang kuil, Taro jatuh terjerembab. Ketika sadar ia sedang menggenggam sebatang jerami. "Oh, jadi yang dimaksud Dewa adalah jerami, ya? Apa jerami ini akan mendatangkan kebahagiaan…?", pikir Taro. Walaupun agak kecewa dengan benda yang didapatkannya Taro lalu berjalan sambil membawa jerami. Di tengah jalan ia menangkap dan mengikatkan seekor lalat besar yang terbang dengan ributnya mengelilingi Taro di jeraminya. Lalat tersebut terbang berputar-putar pada jerami yang sudah diikatkan pada sebatang ranting. "Wah menarik ya", ujar Taro. Saat itu lewat kereta yang diikuti para pengawal. Di dalam kereta itu, seorang anak sedang duduk sambil memperhatikan lalat Taro. "Aku ingin mainan itu." Seorang pengawal datang menghampiri Taro dan meminta mainan itu. "Silakan ambil", ujar Taro. Ibu anak tersebut memberikan tiga buah jeruk sebagai rasa terima kasihnya kepada Taro.

"Wah, sebatang jerami bisa menjadi tiga buah jeruk", ujar Taro dalam hati. Ketika meneruskan perjalanannya, terlihat seorang wanita yang sedang beristirahat dan sangat kehausan. "Maaf, adakah tempat di dekat sini mata air ?", tanya wanita tadi. "Ada dikuil, tetapi jaraknya masih jauh dari sini, kalau anda haus, ini kuberikan jerukku", kata Taro sambil memberikan jeruknya kepada wanita itu. "Terima kasih, berkat engkau, aku menjadi sehat dan segar kembali". Terimalah kain tenun ini sebagai rasa terima kasih kami, ujar suami wanita itu. Dengan perasaan gembira, Taro berjalan sambil membawa kain itu. Tak lama kemudian, lewat seorang samurai dengan kudanya. Ketika dekat Taro, kuda samurai itu terjatuh dan tidak mampu bergerak lagi. "Aduh, padahal kita sedang terburu-buru." Para pengawal berembuk, apa yang harus dilakukan terhadap kuda itu. Melihat keadaan itu, Taro menawarkan diri untuk mengurus kuda itu. Sebagai gantinya Taro memberikan segulung kain tenun yang ia dapatkan kepada para pengawal samurai itu. Taro mengambil air dari sungai dan segera meminumkannya kepada kuda itu. Kemudian dengan sangat gembira, Taro membawa kuda yang sudah sehat itu sambil membawa 2 gulung kain yang tersisa.

Ketika hari menjelang malam, Taro pergi ke rumah seorang petani untuk meminta makanan ternak untuk kuda, dan sebagai gantinya ia memberikan segulung kain yang dimilikinya. Petani itu memandangi kain tenun yang indah itu, dan merasa amat senang. Sebagai ucapan terima kasih petani itu menjamu Taro makan malam dan mempersilakannya menginap di rumahnya. Esok harinya, Taro mohon diri kepada petani itu dan melanjutkan perjalanan dengan menunggang kudanya.

Tiba-tiba di depan sebuah rumah besar, orang-orang tampak sangat sibuk memindahkan barang-barang. "Kalau ada kuda tentu sangat bermanfaat," pikir Taro. Kemudian taro masuk ke halaman rumah dan bertanya apakah mereka membutuhkan kuda. Sang pemilik rumah berkata,"Wah kuda yang bagus. Aku menginginkannya, tetapi aku saat ini tidak mempunyai uang. Bagaimanan kalau ku ganti dengan sawahku ?". "Baik, uang kalau dipakai segera habis, tetapi sawah bila digarap akan menghasilkan beras, Silakan kalau mau ditukar", kata Taro.

"Bijaksana sekali kau anak muda. Bagaimana jika selama aku pergi ke negeri yang jauh, kau tinggal disini untuk menjaganya ?", Tanya si pemilik rumah. "Baik, Terima kasih Tuan". Sejak saat itu taro menjaga rumah itu sambil bekerja membersihkan rerumputan dan menggarap sawah yang didapatkannya. Ketika musim gugur tiba, Taro memanen padinya yang sangat banyak.

Semakin lama Taro semakin kaya. Karena kekayaannya berawal dari sebatang jerami, ia diberi julukan "Saudagar Jerami". Para tetangganya yang kaya datang kepada Taro dan meminta agar putri mereka dijadikan istri oleh Taro. Tetapi akhirnya, Taro menikah dengan seorang gadis dari desa tempat ia dilahirkan. Istrinya bekerja dengan rajin membantu Taro. Merekapun dikaruniai seorang anak yang lucu. Waktu terus berjalan, tetapi Si pemilik rumah tidak pernah kembali lagi. Dengan demikian, Taro hidup bahagia bersama keluarganya. 



0 Komentar:

Posting Komentar

PERINGATAN

__________________________________________
DILARANG KERAS MENGUTIP, MENGCOPY-PASTE DARI BLOG INI JIKA TERPAKSA HARUS DITAMBAHKAN "DIKUTIP DARI http://webgudangilmu.blogspot.com
__________________________________________
Bintang Azhar Nafis. Diberdayakan oleh Blogger.

My Animation

My Animation

Translate

Search