Dahulu kala, disebuah kota tinggal seorang Kakek dan Nenek pembuat sepatu. Mereka sangat baik hati. Si kakek yang membuat sepatu sedangkan nenek yang menjualnya. Uang yang didapat dari setiap sepatu yang terjual selalu dibelikan makanan yang banyak untuk dibagikan dan disantap oleh orang-orang jompo yang miskin dan anak kecil yang sudah tidak mempunyai orangtua. Karena itu walau sudah membanting tulang, uang mereka selalu habis. Karena uang mereka sudah habis, dengan kulit bahan sepatu yang tersisa, kakek membuat sepatu berwarna merah. Kakek berkata kepada nenek, “Kalau sepatu ini terjual, kita bisa membeli makanan untuk Hari Raya nanti.
Tak lama setelah itu, lewatlah seorang gadis kecil yang tak bersepatu di depan toko mereka. “Kasihan sekali gadis itu ! Ditengah cuaca dingin seperti ini tidak bersepatu”. Akhirnya mereka memberikan sepatu berwarna merah tersebut kepada gadis kecil itu.
“Apa boleh buat, Tuhan pasti akan menolong kita”, kata si kakek. Malam tiba, merekapun tertidur dengan nyenyaknya. Saat itu terjadi kejadian aneh. Dari hutan muncul kurcaci-kurcaci mengangkut kulit sepatu, membawanya ke rumah si kakek kemudian membuatnya menjadi sepasang sepatu yang sangat bagus. Ketika sudah selesai mereka kembali ke hutan.
Keesokan paginya kakek sangat terkejut melihat ada sepasang sepatu yang sangat hebat. Sepatu itu terjual dengan harga mahal. Dengan hasil penjualan sepatu itu mereka menyiapkan makanan dan banyak hadiah untuk dibagikan kepada anak-anak kecil pada Hari Raya. “Ini semua rahmat dari Yang Maha Kuasa”.
Malam berikutnya, terdengar suara-suara diruang kerja kakek. Kakek dan nenek lalu mengintip, dan melihat para kurcaci yang tidak mengenakan pakaian sedang membuat sepatu. “Wow”, pekik si kakek. “Ternyata yang membuatkan sepatu untuk kita adalah para kurcaci itu”. “Mereka pasti kedinginan karena tidak mengenakan pakaian”, lanjut si nenek. “Aku akan membuatkan pakaian untuk mereka sebagai tanda terima kasih”. Kemudian nenek memotongh kain, dan membuatkan baju untuk para kurcaci itu. Sedangkan kakek tidak tinggal diam. Ia pun membuatkan sepatu-sepatu mungil untup para kurcaci. Setelah selesai mereka menjajarkan sepatu dan aju para kurcaci di ruang kerjanya. Mereka juga menata meja makan, menyiapkan makanan dan kue yang lezat di atas meja.
Saat tengah malam, para kurcaci berdatangan. Betapa terkejutnya mereka melihat begitu banyaknya makanan dan hadiah di ruang kerja kakek. “Wow, pakaian yang indah !”. Merek segera mengenakan pakaian dan sepatu yang sengaja telah disiapkan kakek dan nenek. Setelah selesai menyantap makanan, mereka menari-nari dengan riang gembira. Hari-hari berikutnya para kurcaci tidak pernah dating kembali.
Tetapi sejak saat itu, sepatu-sepatu yang dibuat Kakek selalu laris terjual. Sehingga walaupun mereka selalu memberikan makan kepada orang-orang miskin dan anak yatim piatu, uang mereka masih tersisa untuk ditabung. Setelah kejadian itu semua, Kakek dan dan nenek hidup bahagia sampai akhir hayat mereka.
Bawang merah & bawang putih
Jaman dahulu kala di
sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan
seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah
keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa,
namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih
sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka
demikian pula ayahnya.
Di
desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang
Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering
berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan,
membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang
Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa
mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah,
supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan
pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan
ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik
kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai
kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan
berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus
mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya
hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak
mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu
hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak
saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena
terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat.
Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan
sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan
ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu
dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak
pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya
dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan
mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi
ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan
dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak
di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat
cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya.
Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu
baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju
kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya
telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk
mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia
kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar
ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus
mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum
menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari
sudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju
ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran
akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana.
Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang
putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya.
Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman
melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan
dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya
cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah
paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali
menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa.
Sebentar lagi malam akan tiba,
dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari
sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu
dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya
Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut.
Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya
Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya.
Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku
menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya,
tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku
tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih
berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa
iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal
nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama
seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari
Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja
nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek
pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya
di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya
sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah
terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata
berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya
dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang
dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka
memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan
hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar
cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan
hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya.
Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir
sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk
menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin,
selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada
yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu
dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu
membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek
memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya
bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah
satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil
labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang
pergi.
Sesampainya
di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira
memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan
meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai.
Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata
bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan
binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain.
Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga
tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
Pangeran katak
Pangeran katak
Pada suatu waktu, hidup seorang raja
yang mempunyai beberapa anak gadis yang cantik, tetapi anak gadisnya
yang paling bungsulah
yang paling cantik. Ia memiliki wajah yang sangat cantik dan selalu
terlihat bercahaya. Ia bernama Mary. Di dekat istana raja terdapat
hutan yang luas serta lebat dan di bawah satu pohon limau yang sudah
tua ada sebuah sumur. Suatu hari yang panas, Putri Mary pergi bermain
menuju hutan dan duduk di tepi pancuran yang airnya sangat dingin.
Ketika sudah bosan sang Putri mengambil sebuah bola emas kemudian
melemparkannya tinggi-tinggi lalu ia tangkap kembali. Bermain lempar
bola adalah mainan kegemarannya.
Namun,
suatu ketika bola emas sang putri tidak bisa ditangkapnya. Bola itu
kemudian jatuh ke tanah dan menggelinding ke arah telaga, mata sang
putri terus melihat arah bola emasnya, bola terus bergulir hingga
akhirnya lenyap di telaga yang dalam,
sampai dasar telaga itu pun tak terlihat. Sang Putri pun mulai
menangis. Semakin lama tangisannya makin keras. Ketika ia masih
menangis, terdengar suara seseorang berbicara padanya,”Apa yang
membuatmu bersedih tuan putri? Tangisan tuan Putri sangat membuat saya
terharu… Sang Putri melihat ke sekeliling mencari darimana arah suara
tersebut, ia hanya melihat seekor katak besar dengan muka yang jelek di
permukaan air. “Oh… apakah engkau yang tadi berbicara katak? Aku
menangis karena bola emasku jatuh ke dalam telaga”. “Berhentilah
menangis”, kata sang katak. Aku bisa membantumu mengambil bola emasmu,
tapi apakah yang akan kau berikan padaku nanti?”, lanjut sang katak.
“Apapun
yang kau minta akan ku berikan, perhiasan dan mutiaraku, bahkan aku
akan berikan mahkota emas yang aku pakai ini”, kata sang putri. Sang
katak menjawab, “aku tidak mau perhiasan, mutiara bahkan mahkota
emasmu, tapi aku ingin kau mau menjadi teman pasanganku dan
mendampingimu makan, minum dan menemanimu tidur. Jika kau berjanji
memenuhi semua keinginanku, aku akan mengambilkan bola emasmu kembali”,
kata sang katak. “Baik, aku janji akan memenuhi semua keinginanmu jika
kau berhasil membawa bola emasku kembali.” Sang putri berpikir,
bagaimana mungkin seekor katak yang bisa berbicara dapat hidup di darat
dalam waktu yang lama. Ia hanya bisa bermain di air bersama katak
lainnya sambil bernyanyi. Setelah sang putri berjanji, sang katak
segera menyelam ke dalam telaga dan dalam waktu singkat ia kembali ke
permukaan sambil membawa bola emas di mulutnya kemudian melemparkannya
ke tanah.
Sang Putri merasa sangat
senang karena bola emasnya ia dapatkan kembali. Sang Putri menangkap
bola emasnya dan kemudian berlari pulang. “Tunggu… tunggu,” kata sang
katak. “Bawa aku bersamamu, aku tidak dapat berlari secepat dirimu”.
Tapi percuma saja sang katak berteriak memanggil sang putri, ia tetap
berlari meninggalkan sang katak.
Sang katak merasa sangat sedih dan kembal ke telaga kembali. Keesokan
harinya, ketika sang Putri sedang duduk bersama ayahnya sambil makan
siang, terdengar suara lompatan ditangga marmer. Sesampainya di tangga
paling atas, terdengar ketukan pintu dan tangisan,”Putri, putri…
bukakan pintu untukku”. Sang putri bergegas menuju pintu. Tapi ketika
ia membuka pintu, ternyata di hadapannya sudah ada sang katak. Karena
kaget ia segera menutup pintu keras-keras. Ia kembali duduk di meja
makan dan kelihatan ketakutan. Sang Raja yang melihat anaknya ketakutan
bertanya pada putrinya,”Apa yang engkau takutkan putriku? Apakah ada
raksasa yang akan membawamu pergi? “Bukan ayah, bukan seorang raksasa
tapi seekor katak yang menjijikkan”, kata sang putri. “Apa yang ia
inginkan dari?” tanya sang raja pada putrinya.
Kemudian
sang putri bercerita kembali kejadian yang menimpanya kemarin. “Aku
tidak pernah berpikir ia akan datang ke istana ini..”, kata sang Putri.
Tidak berapa lama, terdengar ketukan di pintu lagi. “Putri…, putri,
bukakan pintu untukku.
Apakah kau lupa dengan ucapan mu di telaga kemarin?” Akhirnya sang
Raja berkata pada putrinya,”apa saja yang telah engkau janjikan
haruslah ditepati. Ayo, bukakan pintu untuknya”. Dengan langkah yang
berat, sang putri bungsu membuka pintu, lalu sang katak segera masuk
dang mengikuti sang putri sampai ke meja makan. “Angkat aku dan biarkan
duduk di sebelahmu”, kata sang katak. Atas perintah Raja, pengawal
menyiapkan piring untuk katak di samping Putri Mary. Sang katak segera
menyantap makanan di piring itu dengan menjulurkan lidahnya yang
panjang. “Wah, benar-benar tidak punya aturan. Melihatnya saja membuat
perasaanku tidak enak,” kata Putri Mary.
Sang
Putri bergegas lari ke kamarnya. Kini ia merasa lega bisa melepaskan
diri dari sang katak. Namun, tiba-tiba, ketika hendakmembaringkan
diri di tempat tidur…. “Kwoook!” ternyata sang katak sudah berada di
atas tempat tidurnya. “Cukup katak! Meskipun aku sudah mengucapkan
janji, tapi ini sudah keterlaluan!” Putri Mary sangat marah, lalu ia
melemparkan katak itu ke lantai. Bruuk! Ajaib, tiba-tiba asap keluar
dari tubuh katak. Dari dalam asap muncul seorang pangeran yang gagah.
“Terima kasih Putri Mary… kau telah menyelamatkanku dari sihir seorang
penyihir yang jahat. Karena kau telah melemparku, sihirnya lenyap dan
aku kembali ke wujud semula.” Kata sang pangeran. “Maafkan aku karena
telah mengingkari janji,” kata sang putri dengan penuh sesal. “Aku juga
minta maaf. Aku sengaja membuatmu marah agar kau melemparkanku,” sahut
sang Pangeran. Waktu berlalu begitu cepat. Akhirnya sang Pangeran dan
Putri Mary mengikat janji setia dengan menikah dan merekapun hidup
bahagia.
Pesan moral : Jangan pernah mempermainkan sebuah janji dan pikirkanlah dahulu janji-janji yang akan kita buat.
Daun-daun indah
Dihari ke tiga sekolah, dalam perjalanan pulang zaQi berkata-kata:
Mamah lihat!
Pohon itu indah..
Rumput itu indah..
Sawah itu indah..
Bambu itu indah..
Daun-daun itu juga indah..
Semua indah!
Daun-daun indah
Dihari ke tiga sekolah, dalam perjalanan pulang zaQi berkata-kata:
Mamah lihat!
Pohon itu indah..
Rumput itu indah..
Sawah itu indah..
Bambu itu indah..
Daun-daun itu juga indah..
Semua indah!
Good
BalasHapusBAGI PENGUNJUNG BLOG INI,DIBERITAHUKAN BAHWA BLOG SAYA INI TELAH DIBAJAK HACKER, DAN TELAH DIINFEKSI VIRUS, MOHON BAGI YANG AHLI MEMBASMI HACKER UNTUK MENGHANCURKAN HACKER TERSEBUT. JANGAN PERCAYA PADA INFORMASI PENULIS YANG MENGATASNAMAKAN NAMA SAYA. UNTUK INFORMASI LENGKAP, KLIK : http://gudanginformasi-1.blogspot.com/. SEKALI LAGI, INI ADALAH INFORMASI PENTING!!!. SAYA BINTANG AZHAR NAFIS SELAKU PEMILIK BLOG INI YANG TELAH DIRUGIKAN OLEH HACKER. SEKIAN DAN TERIMAKASIH TELAH MEMBACANYA.
BalasHapus